PENGARUH LABEL HALAL DALAM KEPUTUSAN KONSUMEN


PENGARUH LABEL HALAL DALAM KEPUTUSAN KONSUMEN


PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan Sekarang ini kita bisa menemukan berbagai macam produk yang beredar di masyarakat, dari sekian banyak produk setiap produk memiliki proses pengolahan yang berbeda-beda dari sinilah kita bisa menilai apakah produk tersebut layak untuk dikonsumsi, bagaimana caranya kita mengetahui produk yang baik dan halal untuk dikonsumsi.
Keputusan pembelian produk oleh konsumen dipengaruhi oleh perilaku konsumen, karena sekarang masih dijumpai banyak permasalahan yang berkaitan dengan mutu dan keamanan produk yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan,[1]melihat kasus yang berkaitan dengan kehalalan produk telah terjadi di indonesia yang telah merugikan banyak pihak serta menimbulkan keresahan masyarakat, belajar dari kasus yang terjadi maka Majlis Ulama Indonesia (MUI) berusaha berperan untuk menentramkan umat islam dalam masalah kesalahan produk dengan cara mendirikan lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika (LPOM MUI).[2] Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk berlabel tersebut bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh di konsumsi. Dan produk yang belum mendapat persetujuan dari lembaga yang berwenang masih diragukan kehalalannya, ketidakinginan masyarakat muslim untuk mengkonsumsi produk haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam pemilihan produk.[3]
Banyaknya produk yang terjual bebas dipasaran ternyata tidak semua mempunyai label halal karena banyaknya isu produk yang mengandung minyak babi (barang diharamkan). Label sangat dibutuhkan bagi konsumen muslim yang berada diindonesia karena umat muslim mempunyai kebutuhan  yang harus sesuai dengan syariat untuk mengkonsumsi produk yang halal.[4]
1.2  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana mendapatkan kelayakan produksi terhadap labelisasi halal?
2.      Apa pengaruh label halal terhadap minat beli konsumen?

1.3  TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui lembaga yang berwenang dalam memberi sertifikat dan labelisasi halal.
2.      Mengetahui pengaruh labelisasi halal terhadap minat beli konsumen.


1.4  KAJIAN PUSTAKA
Penelitian tentang Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen oleh zuliana rofiqoh, mahasiswi jurusan fakultas ekonomi islam fakultas syariah, institut agama islam negeri walisongo semarang,  berjudul Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen membeli produk mie instan indofood, tujuan dari penelitian ini adalah Banyaknya produk yang terjual bebas dipasaran akhir-akhir ini, ternyata tidak semua mempunyai label halal dan meresahkan masyarakat muslim karena banyaknya isu yang mengandung minyak babi (barang yang diharamkan). Label halal sangat dibutuhkan bagi konsumen muslim yang berada di negara Indonesia khususnya dan bagi negara muslim lain yang ada di seluruh dunia.Umat muslim mempunyai kebutuhan khusus sesuai syari’at Islam untuk memakan makanan yang halal dan thayyib tetapi hal tersebut tidak semudah zaman dulu yang belum ada perkembangan teknologi canggih, oleh karena itu untuk memudahkan memakan makanan yang halal dengan mengetahui adanya label halal pada kemasan produk tersebut. Persamaan peneitian ini adalah sama-sama meneliti pengaruh minat konsumen pada labelisasi halal.
Penelitian kedua tentang keputusan pembelian oleh Wahyu Bidu Utomo fakultas ilmu sosial dan humaniaora universitas islam sunan kalijaga yogyakarta  yang berjudul, pengruh label halal terhadap keputusan membeli tujuan dari penelitian ini adalah Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Penelitian ini sama-sama membahas tentang produk yang layak mendapatkan sertifikasi halal.






















PEMBAHASAN
2.1 LABELISASI HALAL

Melihat kenyataan yang terjadi sekarang, banyak persaingan antar pengusaha dalam melabelkan makanan atau produk yang halal untuk di konsumsi masyarakat luas dan hal tersebut mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk,[5] karena Label berkaitan erat dengan pemasaran. Label merupakan begian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual, sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan yang menempel atau melekat pada produk. Secara garis besar terdapat tiga macam[6] label:
1.      Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan.
2.      Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi obyektif mengenai penggunaan, pembuatan, perawatan dan kinerja produk, serta kerakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.
3.      Grade Label, label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk dengan satu huruf, angka, atau kata.
Sertifikasi dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah barang yang di produksikan telah memenuhi ketentuan halal. Dan labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukan bahwa produk tersebut berstatus sebagai produk halal.[7] Lembaga yang diberi wewenang oleh pemerintah dalam proses sertifikasi halal adalah Majlis Ulama Indonesia (MUI). Perusahaan yang telah mencantumkan label halal di kemasan produk mereka berarti telah melakukan dan melawati prroses pelabelisasian halal yang dilakukan oleh lembaga pengkajian pangan, obat-obatan, dan kosmetika Majlis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).[8] Kegiatan labelisasi halal dikelola oleh Badan Pengawas Obat daan Makanan (Badan POM), dalam pelaksanaanya di indonesia, kegiatan labelisasi halal telah di terapakan lebih dahulu sebelum sertifikasi halal.[9]
Peraturan pemerintah dan fatwa MUI sangat diperlukan untuk mengambil jalan tengah dengan diterbitkannya peraturan dengan jaminan produk halal ini akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum sehingga masyarakat tidak perlu ragu dalam memilih, mengkonsumsi dan menggunakan produk halal, konsumen harus lebih mengetahui tentang labelisasi halal yang terdapat dalam produk.[10] Label merupakan salah satu jalan bagi konsumen untuk memperoleh informasi dari suatu produk, maka pada label itulah produsen harus mengupayakan informasi yang akan di cantumkan pada label halal.[11] Adanya label halal pada sebuah produk akan membantu kedua belah pihak baik produsen dan konsumen, label halal melindungi perusahaan dari tuntutan konsumen di kemudian hari, melindungi konsumen dari keraguan dalam menggunakan produk, meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan Brand Image.[12]
Halal berasal dari kata arab yang berarti melepaskan atau tidak terikat. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dilakukan secara bebas atau tidak terikat oleh hal-hal yang melarangnya.[13]Konsep halal dalam kehidupan masyarakat indonesia telah banyak dikenal dan diterapkan khususnya umat islam. Halal adalah segala sesuatu yang baik dan bersih yang dimakan atau dikonsumsi oleh manusia menurut syariat islam.[14] Allah telah mengaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”
Dari ayat di atas, kata (memakan) tidak hanya bermakna makanan, tetapi maksudnya juga mengkonsumsi dan memakai sesuatu yang halal. Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memnuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat islam, yaitu :
1.      Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi
2.      Tidak mengndung bahan-bahan yang diharamkan seperti: bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran, dan sebagainya.
3.      Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat islam
4.      Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan, dan teransportasinya tidak boleh digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat islam
5.      Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.[15]
Sistem jaminan halal
Jaminan suatu produk suatu halal memerlukan sistem yang memuat jaminan kehalalan, ditinjau dari bahan bakunya dan proses produksinya. Sistem jaminan halal (SJH) adalah suatu sistem yang dibuat dan dilaksanakan oleh perusahaan pemegang sertifikat halal dalam rangka menjamina kesinambungan proses produksi halal, sehingga produk yang dihasilkan dapat dijamin kehalalannya, sesuai dengan aturan yang digariskan oleh LPPOM MUI.[16]
SJH harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk manual halal. Pertama, pernyataan kebijakan tentang halal (Halal Policy). Kedua, panduan halal (Halal Guidelines) dengan berdasarkan standard Operating Procedure. Ketiga, sistem manajemen halal (Halal Management System). Keempat, uraian kritis keharaman produk (Haram Critical Control). Kelima, sistem audit halal (Internal Halal Audit System). Dalam kaitan ini, perusahaan yang telah mensertifikatkan halal untuk produk dituntut menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produk halal secara konsisten, yang disebut Sistem Jaminan Halal.[17]Dalam Undang-undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,[18] disebutkan ketentuan produksi halal:
1.      Produk adalah barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, seta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.      Produk halal adalah produk yang telah dinyatakann halal sesuai dengan syariat islam.
3.      Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan menjamin kehalalan produk mencangkup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk.
4.      Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk.
5.      Jaminan produk halal yang selanjutnya di singkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.
Vertifikasi awal dilakukan oleh LPPOM MUI tentang analisa kelayakan mendapatkan sertifikat halal dan kesepakatan sertifikat. SJH dari produsen dimaksudkan sebagai SJH yang diharapkan dari produsen secara mandiri setelah mendapatkan sertifikat halal. Dengan SJH diharapkan perusahaan dapat menghasilakna produk yang benar-benar terjamin kehalalannya. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi menejemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribudi pemasaran.[19]
Sistem organisasi halal merupakan sistem organisasi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem jaminan halal. Dalam sistem organisasi halal diuraikan struktur organisasi yang terdiri atas perwakilan Top Management dan bidang-bidang terkait. Penentuan kritik dalam produk sertifikasi produk halal berfungsi mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal. Titik krisis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencangkup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi serta tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk menentukan titik kendali kritis, harus dibuat divertifikasi bagian alur bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa terhadap tahapan yang berpeluang untuk terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram.[20]
Produk pangan yang baik dalam islam diistilahkan Thayyibb, dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan yang paling utama. Dalam konteks makanan, Thayyib artinya makanan yang tidak kotor dari segi dzatnya atau kadaluarsa atau di campuri benda najis. Bahan makanan yang  Thayyib bagi umat islam harus terlebih dahulu memnuhi syarat halal, karena bahan makanan
 yang menurut ilmu pengetahuan baik, belum tentu termasuk makanan yang halal.[21] 
Memang standar halal mutlak diperlukan, namun sertifikasi halal yang sudah dilakuakn MUI ternyata belum bisa mempengaruhi konsumen tentang jaminan halal pada produk makanan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa alasan bagi mereka yang tidak memperhatikan label halal MUI maupun yang kadang-kadang memperhatikan label halal MUI ketika mau mengkonsumsi makanan kemasan, jika dikaitkan dengan realitas perkembangan produk makanan kemasan dipasaran pada umumnya mereka mengharapkan adanya label halal tersebut benar-benar menjamin kehalalan makanan dan mempertanyakan apakah makanan halal perlu diberi label. Dengan kata lain apakah makanan yang tidak berlabel halal, lantas bisa di katakan haram. Karena banyak makanan kemasan yang beredar di pasar tradisional maupun swalayan yang ridak berlabel halal MUI. Terkait dengan alasan tersebut paling tidak MUI harus melakukan lankah strategis untuk membentuk opini publik agar memperhatikan pentingnya makanan halal.[22]
2.2 KEPUASAN KONSUMEN
Pengambilan keputusan konsumen (consumer desicion makinga) adalah suatu proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Pengintegrasian ini adalah suatu plihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.[23] Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.[24]
Diambil dari satu sampel pengaruh label halal terhadap konsumen Berdasarkan penilaian terhadap minat beli pencantuman label halal terhadap kemasan makanan menjadi salah satu faktor untuk memutuskan membeli sebesar 31,66% dan 61,66%. Sedangkan sisanya sebesar 6,66% menyatakan netral ( ragu-ragu ). Sebagian lagi dapat diketahui responden sangat setuju bahwa setifikat yang dikeluarkan LPPOM-MUI ditujukan untuk setiap jenis produk sebesar 20%, dan 55% menyatakan setuju, sedangkan 18,33 menyatakan netral ( ragu-ragu ), dan sisanya sebesar 6,67 menyatakan tidak setuju. Lalu responden yang sangat setuju dan setuju bahwa konsumen memutuskan membeli sebuah produk karena memiliki label halal sebesar 25% dan 53,33%, sedangkan sisanya sebesar 21,67% responden menyatakan netral ( ragu-ragu ).[25]
Berdasarkan sampel yang diambil dari Mahasiswa Fakultas Agama Islam dalam Mengkonsumsi makanan. Sertifikasi halal MUI berupa label halal pada setiap kemasan produk ternyata tidak berpengaruh, pilihan konsumsi makanan mahasiswa dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok: pertama, mereka yang memperhatikan label halal produk makananyang akan di konsumsi. Kedua, mereka tidak memperhatikan label halal produk makanan yang akan dikonsumsi. Ketiga, mereka kadang-kadang memperhatikan label halal produk makanan yang akan dikonsumsi.[26]
Hasil perhitungan koefisien korelasi untuk konsumen Muslim memiliki nilai 0,687 dan untuk konsumen Non Muslim sebesar 0,623. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang signifikan dengan keeratan hubungan yang kuat dan positif antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen. ternyata bukan hanya konsumen Muslim saja yang membutuhkan produk halal, melainkan Konsumen Non Muslim pun mencari produk yang memang halal, hal ini jika diperhatikan oleh perusahan, akan berdampak baik pula bagi perusahaan sendiri.[27]





PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk berlabel tersebut bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh di konsumsi. Dan produk yang belum mendapat persetujuan dari lembaga yang berwenang masih diragukan kehalalannya, ketidakinginan masyarakat muslim untuk mengkonsumsi produk haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam pemilihan produk. Dengan kata lain apakah makanan yang tidak berlabel halal, lantas bisa di katakan haram. Karena banyak makanan kemasan yang beredar di pasar tradisional maupun swalayan yang ridak berlabel halal MUI. Terkait dengan alasan tersebut paling tidak MUI harus melakukan lankah strategis untuk membentuk opini publik agar memperhatikan pentingnya makanan halal.




















DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Ade Vera Rosidta Zani, Panji Deoranto, dan Mas’ud Effendid,  Analisis Pengaruh Produk Pangan Terhadap Pembelian Konsumen Di Malang, Universitas Brawijaya, Malang
Eri Agustian .H, Pengaruh Labelisasi Halal Terhaap Keputusan Pembelian Konsumen, Vol. 1, No. 2, Juni-Juli 2013
Wahyu Budi Utami, Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembeli, Yogyakarta, 21 Mei 2013
HJ. Iranita, SE. ,Msi, Pengaruh Labelisasi Halal Produk Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Kusnandar, Imam Suroso,  Adi Prasodijo, Pengaruh Citra Merek Dan Kesadaran Label Halal Produk Kosmetika La Tulipe Terhadap Minat Konsumen Untuk Membeli Ulang Di Kota Banyuwangi.
Nurul Huda, Mukhlisin, Pengaruh Label Halal Pada Makanan Terhadap Konsumsi Mahasiswa, Vol.26, No. 1, Mei 2014
Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, skripsi tidak di terbitkan, fakultas syariah , institut agama islam negeri walisongo semarang, 2012
Wahyu Budi Utami, Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembeli, skripsi tidak diterbitkan, ilmu komunikasi, fakulatas ilmu sosial dan humaniora, universitas islam negeri sunsn kalijaga,Yogyakarta, 21 Mei 2013
Jurnal Adi Syahputra, Pengruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Masyarakat Kecamatan Perbaungan Dalam Pembelian Produk Makanan Dalam Kemasan.
KN. Sofyan Hasan, Kepastian Hukum Sertifikasi Dan Labelisasi Halal Produk Pangan, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14, No. 2, 2 Mei 2014
Undang-undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
Tri Widodo, Pengaruh Labelisasi Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Indomie, Surakarta, September 2015













[1] Jurnal Ade Vera Rosidta Zani, Panji Deoranto, dan Mas’ud Effendid,  Analisis Pengaruh Produk Pangan Terhadap Pembelian Konsumen Di Malang, Universitas Brawijaya, Malang. Hal.2
[2] Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, Hal. 3
[3] Eri Agustian .H, Pengaruh Labelisasi Halal Terhaap Keputusan Pembelian Konsumen, Vol. 1, No. 2, Juni-Juli 2013, Hal. 169-170
[4] Jurnal Ade Vera Rosidta Zani, Panji Deoranto, dan Mas’ud Effendid,  Analisis Pengaruh Produk Pangan Terhadap Pembelian Konsumen Di Malang, Universitas Brawijaya, Malang. Hal.1
[5] Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, Hal. 5
[6] Wahyu Budi Utami, Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembeli, Yogyakarta, 21 Mei 2013, Hal. 17
[7] HJ. Iranita, SE. ,Msi, Pengaruh Labelisasi Halal Produk Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Hal. 2
[8] Ady Syahputra, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Masyarakat Kecamatan Perbaungan Dalam Pembelian Produk Makanan Dalam Kemasan, Hal.478
[9] HJ. Iranita, SE. ,Msi, Pengaruh Labelisasi Halal Produk Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Hal. 2
[10] Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, Hal. 4
[11] Ibid  Hal. 3
[12] Kusnandar, Imam Suroso,  Adi Prasodijo, Pengaruh Citra Merek Dan Kesadaran Label Halal Produk Kosmetika La Tulipe Terhadap Minat Konsumen Untuk Membeli Ulang Di Kota Banyuwangi, Hal.2
[13] Tri Widodo, Pengaruh Labelisasi Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Indomie, Surakarta, September 2015, Hal. 9
[14] Wahyu Budi Utami, Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembeli, Yogyakarta, 21 Mei 2013, Hal. 3
[15] Ibid, Hal. 19
[16] KN. Sofyan Hasan, Kepastian Hukum Sertifikasi Dan Labelisasi Halal Produk Pangan, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14, No. 2, 2 Mei 2014, hal. 232
[17] Ibid, Hal. 233
[18] Undang-undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, pasal 1, No. 1-5
[19] KN. Sofyan Hasan, Kepastian Hukum Sertifikasi Dan Labelisasi Halal Produk Pangan, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14, No. 2, 2 Mei 2014, hal. 233
[20] Ibid, Hal. 234
[21] Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, Hal. 14
[22] Nurul Huda, Mukhlisin, Pengaruh Label Halal Pada Makanan Terhadap Konsumsi Mahasiswa, Vol.26, No. 1, Mei 2014, Hal.64
[23] Zuliana Rofiqoh, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood, skripsi tidak di terbitkan, fakultas syariah , institut agama islam negeri walisongo semarang, 2012 Hal. 14
[24] Wahyu Budi Utami, Pengaruh Label Halal Terhadap Keputusan Pembeli, skripsi tidak diterbitkan, ilmu komunikasi, fakulatas ilmu sosial dan humaniora, universitas islam negeri sunsn kalijaga,Yogyakarta, 21 Mei 2013, Hal. 22
[25] Jurnal Adi Syahputra, Pengruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Masyarakat Kecamatan Perbaungan Dalam Pembelian Produk Makanan Dalam Kemasan, hal. 485
[26] Nurul Huda, Mukhlisin, Pengaruh Label Halal Pada Makanan Terhadap Konsumsi Mahasiswa, Vol.26, No. 1, Mei 2014, Hal. 64-65
[27] Eri Agustian, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen, Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, Vol. 1, No. 2, 2013, hal. 177

Comments

Popular posts from this blog

mahfuzot